Jumat, 04 Desember 2009
cerminan dunia kedokteran
susah emang yang namanya jadi dokter.. orang2 pasti mikir enak ya jadi dokter, padahal inilah kenyataannya. sekolahnya ajah udah memakan waktu 4 tahun (apabila lancar) untuk mendapatkan sarjana kedokteran. setelah itu dilanjutkan dengan masa koas (praktek dengan pasien di rumah sakit) selama 2 tahun (ini pas jaman gw yaa). belum lagi biaya yg jelas ga murah. bayangin ajah, text booknya mencapai harga ratusan dan jutaan rupiah yang bukan hanya 1/2 buku saja. biaya hidup, fotokopi. entah berapa banyak buku yang udah numplek di lemari gw. katanya sih medicine is a never ending study.. never read, never know. ever read, forget.. yeah.. beban otak mencapai maksimal. pengorbanan fisik juga ga murah. berapa malam yang harus kita korbanin buat jaga di rumah sakit atau malam2 yang ditemani dengan buku? masa muda? yah, bisa dibilang pergaulan lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain. ketika teman2 yang pada ngambil jurusan lain udah mulai kerja, seorang (calon) dokter masih harus berkutat dengan infus, kotoran dan darah pasien karena BELUN juga selesai sekolahnya. fiuuhh. what a long road..
setelah perjalanan panjang itu dan berbahagia karena sudah menambah satu gelar di belakang namanya dengan sebutan.."DOK" apakah yang akan mereka lakukan? inilah kisah tragisnya. untuk masuk ke sebuah rumah sakit, biasanya mereka mengajukan persyaratan seperti sudah mengikuti beberapa pelatihan seperti ACLS, ATLS, EKG yang notabene menghabiskan uang yang ga sedikit. ACLS 2 juta, ATLS 4 juta lalu EKG 1,5 juta. belun juga kerja dah diperes duitnya, hehehe. beda lagi di rumah sakit bersalin atau ibu anak yang kadang mewajibkan dokternya mendapat pelatihan poned (2,6 juta) dan resusitasi neonatus (1,75 jt). ada salam dari miskin.. selain persyaratan itu juga diharapkan sudah PTT. soal PTT ini lain lagi. PTT dalam otak seorang dokter adalah momok menyeramkan karena pengabdian kepada masyarakat artinya di puskesmas di daerah walau ada juga PTT cara lain seperti di rumah sakit daerah, perusahaan namun butuh waktu yang lama yaitu 3 tahun. mau instan? silakan saja daftarkan dirimu ke depkes dan bersiaplah untuk hidup terlantar. umumnya menghabiskan waktu 1 tahun namun bila nyali anda besar silakan datang ke pulau paling timur indonesia dan carilah daerah sangat terpencil dan sim salabim...dalam jangka waktu 6 bulan anda akan selesai PTT dan kantong anda akan tebal karena beberapa daerah disana memberi tunjangan yang cukup besar. namun setelah itu? anda pulang dan kembali harus mencari pekerjaan lain.
ada beberapa pilihan. apabila anda menyukai bekerja di perusahaan maka ikutlah pelatihan hiperkes dan melamarlah kesana. anda menyukai penelitian? bekerjalah pada dokter2 yang memang berkecimpung dalam pendidikan. keuntungannya adalah jam kerja anda tepat dan tidak ada jaga malam dan anda memiliki kesempatan untuk S2 atau minimal mendapat rekomendasi untuk masuk sekolah spesialis bidang ilmu yang anda teliti. atau anda menyukai obat2an? bekerjalah di pabrik obat, umumnya menjadi product manager dan anda memiliki kesempatan untuk berkeliling dan berjalan-jalan karena mempromosikan obat yang perusahaan anda produksi. namun ada juga yang memilih untuk bersikap mandiri dan membuat klinik sendiri atau kalau belum cukup modal maka bekerja di klinik umum. kalau menghitung pendapatannya, mungkin anda akan berfikir ulang untuk menjadi dokter. tanyakanlah berapa keuntungan dokter per pasien? jika dihitung dari biaya anda sekolah maka anda hanya dapat mengelus dada. well, inilah realitas hidup seorang dokter. mau praktek pribadi di rumah? hm, agak sulit. pertama apakah anda sudah cukup terkenal? kedua, untuk yang di kota besar umumnya mereka lebih memilih dokter yang berpengalaman dan sudah spesialis. dimanakah kedudukan seorang dokter baru lulus? masih ada jalan lain yang dapat diambil. sekolahlah lagi. ambillah spesialis. perkara sekolah lagi inipun bukanlah perkara yang mudah. pertama, yang pasti anda harus punya uang. sudah merupakan rahasia umum bahwa sekolah spesialis adalah sekolah mahal, uang masuk mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. selain dari itu harus diperhitungkan pula biaya hidup, buku dan lainnya selama masa sekolah (3,5 hingga 5 tahun tergantung bagian) karena ingatlah bahwa selama anda sekolah anda tidak praktek. belum lagi rumor tentang apabila mau masuk spesialis sarat dipenuhi dengan kejanggalan, misalnya lebih diutamakan lulusan almamaternya, anaknya siapa, diskriminasi dan berbagai hal gaib yang menjadi penentu anda masuk atau tidak ke dalam spesialis tersebut. soal benar atau tidaknya, silakan tanya dan buka mata anda.
itulah sedikit cuplikan kehidupan seorang dokter yang berjuang bukan hanya melawan penyakit dan perkembangan pengetahuan karena memang dunia kedokteran adalah dunia yang cepat mengalami perubahan dan seorang dokter dituntut untuk tetap mengmbangkan pengetahuannya. semua dokter berburu dan dokter juga manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, itulah yang menyebabkan dokter berlomba untuk mecari tempat dimana dia dapat bekerja namun juga mengembangkan ilmunya. dan jawabannya adalah di perkotaan. lalu di pedalaman? mereka juga butuh perilaku yang sama kan? ironis memang dan mungkin merupakan pertanyaan yang akan menjadi salah satu sarana kampanye bagi para pejabat politik yang entah kapan akan terrealisasikan. inilah sebuah cerminan bangsa. sekarang, apabila anda bertanya apa yang akan saya lakukan selanjutnya? jujur, saya masih ingin sekolah lagi.......