Ketika Tuhan sudah memanggil,,,
Tampak baju-baju putih itu berkumpul, ada yang memegang ambu bag, ada yang melakukan RJP, ada yang siap memasukkan obat, ada yang mempersiapkan untuk DC shock. Pasien itu sempat apneu. Saya berdiri disana, melihat dilema seorang anak yang juga merangkap dokter. Tersungkur di pinggir bed seorang pria setengah baya yang sedang berada di "ujung jalan".. Berat sekali bebannya. Tak berhenti air mata itu mengalir. Lakukan yang terbaik, itu pintanya. Tangan sigap, DC sudah dilakukan, obat sudah masuk, berulang-ulang.. Pupil sudah midriasis, refleks kornea, gag reflex, motorik, semua sudah tidak ada. "Tolong, tunggu anak saya. Biarkan kami bersama-sama mendoakan kepergiannya", sahut sang ibu lirih. Ambu tetap dilakukan sambil menunggu anaknya. Terdengar suara pintu terbuka dan pecahlah tangis disana. Ah,,, selalu ada rasa di balik setiap cerita kematian. Hari ini, ayahanda teman saya meninggal.
Tuhan tidak pernah memberitahukan kapan waktu akan berakhir, Tuhan juga yang menentukan cara seseorang berakhir. Tugas dokter hanyalah melakukan intervensi atau hanya sekedar mamprediksi karena segala kesembuhan ada di tanganNya. Namun yang paling berat adalah menghadapi kematian kerabat dokter...
Tegar, wanita itu tampak begitu tegarnya.. Dia menggenggam erat pundak ketiga anaknya. Wanita yang masih cantik untuk usianya. Perlahan dielusnya ketiga anaknya. Nampak si bungsu tidak kuat menahan airmatanya. Namun wanita itu begitu kuatnya. Perlahan dia berjalan menuju jasad seorang pria yang selalu menemani hidupnya selama ini baik suka maupun duka, seorang pria yang rela memasang badannya untuk keluarganya, seorang pria yang mampu menjadikan wanita itu tegar berdiri saat ini. Sudah saatnya, maka bantuan hiduppun perlahan mulai diberhentikan.. Selamat tinggal, selamat jalan,,, Semoga segala amal ibadahnya diterima disisiNya...