Sabtu, 19 Juni 2010

aku ingin mati saja, Tuhan,,,,


Hari masih pagi. Jam masih belum beranjak dari angka 3. Mataharipun belum sempat menunjukkan batang hidungnya, namun entah mengapa aku terbangun. Suatu perasaan yang tidak dapat kujelaskan membuatku terjaga dari lelapnya tidurku. Aku meraih handphone dan menelfon seseorang yang jauh disana. Sudah merupakan suatu kebiasaan jika aku terbangun dari tidurku, aku selalu menghubunginya. Sebelum tidur maupun saat terjaga, dialah yang mengisi malam2ku. Menemaniku senantiasa. Walau hanya suara desahan maupun dengkuran halusnya yang terdenger, namun itu sudah cukup untuk membuatku tenang. Tidak, dia tidak pernak marah maupun komplain dengan kebiasaanku yang satu ini karena dia tahu bahwa aku kesepian. 'Kenapa kebangun, sayang? Tidur lagi yu..", katanya lembut. Aku terdiam. Perasaan ini semakin tidak jelas. Rasanya tidak karuan. Aku biarkan dia mendengkur halus. Suara ini biasanya sudah membuatku tenang dan nyaman. Namun kenapa malam ini aku tidak bisa tidur kembali? Satu jam sudah lewat dan aku tetap terjaga. Ketika mataku mulai mau menidurkan jiwaku, sayup-sayup kudengar suara teriakan? Ada apa gerangan? Aku terdiam, ada suara teriakan dari bawah. "Sayang, ntar dulu ya. Kayanya ada apa2 di bawah.". Dengan gemetar aku buka kamarku dan berlari ke bawah. Benarkah Tuhan, apa yang terjadi disana adalah jawaban dari segala ketakutanku? Aku berlari dan kau pasti tidak akan percaya dengan apa yang kulihat disana.

Pemandangan mengerikan yang sama seperti dulu. Pemandangan mengerikan yang sama. Ibuku tergelat disana, tersudut di pinggir sambil memegang kepalanya. Bagaikan seekor ayam yang hendak dimakan binatang buas dan ayahku sebagai pemangsanya. Tampak jelas ayahku memukul ibuku bertubi2 dan menginjaknya. Tuhan, manusiakah ini? Kontan aku berteriak, "berhenti!!!". Mereka refleks melihatku. Setidaknya kegiatan penjagalan ini terhenti sejenak. Tak usah diragukan ragi. Kejadian yang sudah menjadi santapan menu utama dalam keluargaku ini terulang lagi dan lagi. Bagaikan kilat aku menghalau ayahku untuk berbuat keji lagi. Ketika aku sudah tidak berdaya, kugigit dia. Tak kusangka, dia mendorongku dan melemparku ke dinding. Waktu berjalan seperti slow motion, perlahan aku tahu bahwa aku terlempar namun aku tak dapat menghentikan ketika kepala ini mencium dengan manis tembok di rumahku. Sesaat kudengar jeritan dan pukulan lagi. "Ini semua salah kamu!!" suara itu bergema, aku berucap lirih,"berhenti". Sesaat, kulihat tatapan seorang anak kecil yang tak berdosa berdiri ketakutan dibalik pintu kamar. Airmataku terjatuh ketika melihatnya menangis. Aku tersenyum dan berkata, "masuk". Hatiku teriris begitu tajam, haruskah anak sekecil itu menikmati tontonan pembunuhan ini? Aku bagaikan melihat diriku bertahun-tahun yang lalu, haruskah dia merasakan apa yang aku rasakan? Tak dapatkah mereka berhenti dan tidak usah menjatuhkan korban lagi? Bagaimana masa depannya? Apakah dia akan kuat dan tegar dalam menjalani hidup ini? Aku ingin memeluknya, aku ingin menghapus ingatannya akan kejadian ini namun aku tidak kuat lagi dan semuanya menjadi gelap. Sepi dan begitu hening.

Aku takut untuk membuka mata. Aku tak mau kembali ke dunia ini lagi. Namun aku juga tak ingin untuk menutup mata. Setiap aku mencoba untuk menutup mata maka bayangan itu muncul kembali. Berulang-ulang. Memaksaku untuk terdiam dan menangis dalam kesendirian. kepedihan yang tak terbayarkan. Masa kecil yang indah hanyalah impian. Ya, semenjak kecil aku sudah terbiasa dengan kekerasan. Aku selalu pura-pura tertidur dan menangis. Aku tidak pernah bisa untuk menghalau mereka. Ketika pisau dan pring dengan mudah dilemparkan. Ketika makian terdengar seperti sebuah alunan. Ketika airmata sudah mengering. Ketika darah yang mengalir sudah tidak dirasakan lagi. Ketika UGD bukan merupakan tempat yang asing untukku. Ketika aku sudah bukan manusia lagi. Ketika aku selalu menjauhkan diri dari semua temanku. Apa yang aku takutkan? Aku takut mereka tahu. Tapi aku bosan. Aku tak punya tempat untuk mengadu. Aku sudah tak punya tenaga untuk memberontak. Tuhan, engkau berada dimana?

Malam ini aku menangis sendiri. Apakah ini adalah mimpi buruk yang tidak akan berakhir. Hiburanku adalah kesendirianku. Kesenanganku adalah untuk diriku sendiri. Maka kali ini kuputuskan untuk menjalani hidup ini sendiri. Aku sudah tidak percaya akan hidup. Akan orang maupun pada apapun. Ini aku. Aku sudah muak. Jangan pernah salahkan takdir, jangan pernah salahkan mengapa kau pernah dilahirkan. Makhluk hina ini sebentar lagi juga akan pergi. Lihat diriku sekarang. Inilah hasil dari sebuah kesalahan. Tidak ada yang perlu untuk dimaafkan. Tidak ada arti sebuah kebenaran.

Aku terdiam, tersudut. Badanku dingin, tak ada pelukan hangat yang menemani. Semuanya kini telah pergi. Tinggal aku sendiri. Maka satu hal yang kupinta, Tuhan, aku ingin mati saja.......