Senin, 24 Oktober 2011

Secercah sinar terpancar dari matamu

Menjadi residen neurology siap untuk travel keliling bagian lain, mulai dari patologi anatomi, farmakologi, jiwa, penyakit dalam, kardiologi, anak, bedah syaraf, radiologi, rehabilitasi medik dan juga bagian mata (mungkin bisa disebut residen travelling yang menghabiskan berbulan-bulan di bagian lain untuk mencuri ilmu yang berhubungan dengan neurology (ya ealah, seluruh tubuh kan diatur sama saraf), Nah, ini adalah sepenggal kisahku di bagian "jendela otak" --> kata prof lumbantobing (sang penulis buku pemeriksaan neurologi)

Suatu siang yang sangat mengantuk di sebuah ruangan yang bertuliskan NO (neuroophtalmologi, red). Udaranya sejuk dengan angin yang semilir diiringi alunan bunyi gemericik air yang berasal dari penyaringan air, datanglah seorang remaja yang dituntun oleh seorang ibu setengah baya. Kenapa aku tertarik dengan gadis ini? Pertama, karena penampakannya sudah menunjukkan muka tumor (entah kenapa terkadang kami, para penjelajah saraf ini sering kali mengamati warna muka orang dan terkadang melihat saja sudah mencurigai penyakit tertentu, misalnya saja dari baunya, kami terkadang berkata "ini bau stroke perdarahan", cara jalan ataupun roman muka tumor seperti pada pasien ini, namun tidak ada penjelasan ilmiah untuk hal ini). Alasan kedua mengapa aku tertarik dengan gadis ini adalah karena mukanya mirip ponakanku, malu-malu, selalu menunduk. Sekilas mata memandang, pastilah keluhan utama yang membawa pasien ini menginjakkan kaki di poli ini adalah pandangan kabur. Setelah bertanya sedikit, aku menyusup ke ruangan pemeriksaan. Seperti biasa, para teman baruku dari bagian mata dengan sigap mengambil status dan pemeriksaan dimulai. Mulai dari pemeriksaan dengan slit lamp (sambil melakukan anamnesa), dilanjutkan dengan pemeriksaan buta warna dengan ischiara test, kemudian pemeriksaan gerak bola mata dan dilanjutkan dengan menggunakan opthalmoskop... Tampaknya ini adalah prosedural yang sudah menjadi suatu ritual. Ternyata wanita muda ini mengalami kebutaan sudah lama, dia sengaja tidak datang karena takut biaya, dan ternyata pasien ini merupakan pasien dengan kecurigaan tumor. Pasien ini kemudian dianjurkan untuk memeriksa pemeriksaan lainnya, yaitu MRI kepala dan hasilnya memang tumor segede gaban yang entah sedari kapan bertengger di kepalanya. Sedih, anak semuda dan selucu itu harus menjalani operasi. Maka dianjurkan untuk mengunjungi bedah syaraf. Perlahan dia bertanya, apakah penglihatannya akan kembali seperti semula? Sebuah pertanyaan dengan jawaban yang akan mengecewakan, tapi itulah kenyataannya.


Sebenernya ga semua yang berakhir di meja operasi itu akan berhasil atau setidaknya dapat bertahan hidup, banyak faktor yang mempengaruhi, seperti lokasinya sulit atau tidak, jenis tumornya, skill operator, kondisi pasien maupun komplikasi operasi. Namun, jangan tanyakan berapa banyak pasien kami rujuk untuk dioperasi berakhir dengan ucapan atau karangan bunga dari pasien bertuliskan terima kasih dan mohon maaf jika ada kesalahan karena sang pasien sudah meninggal,,, Dan bagi seorang neurolog, hal yang penting diinformasikan pada keluarga pasien yang akan menjalani operasi adalah kenyataan bahwa apakah pasien akan hidup dan mati. Jikalau hidup, apakah akan memiliki gejala sisa atau terjadi komplikasi operasi atau bahkan bisa berhasil. Setelah itu, semua keputusan berada di tangan pasien. Namun bagi masyarakat Indonesia, keputusan yang tertinggi terletak pada keluarga, suami, ayah atau orang yang dituakan. Satu contoh cerita yang biasa kami hadapi adalah ketika kami meminta tanda tangan untuk dilakukan pengambilan cairan otak. Pasien berkata, dok tunggu suami saya, sang suami berkata, setelah datang sang suami dikatakan tunggu kakak sang istri dan terakhir sang kakak berkata, "saya akan tanya bapak saya",,, hadeuhhhhhh,,, kamana wae atuh??? Bener2 ga jelas dan bikin emosi, bukan hanya buat kami tapi juga buat para perawat UGD yang sudah berteriak-teriak "dok, pasien neuro kok ga masuk-masuk sih?? Penuh nihhh" dengan muka dan mulut yang tampak sungguh amat panjannngggg...

Yah, begitulah sepenggal cerita tentang stase gw kali ini. Terus terang, gw sebenernya suka  di bagian ini, hanya entah kenapa gw ga sempet ajah belajar, hahahhaha... Ya sudahlah, sampai jumpaaaaaa,,,,,,,,