Minggu, 27 Mei 2012

imunisasi,,, perlu?


Banyak sekali berita bersliweran mengenai imunisasi. Ada yang pro dan ada yang kontra. Kalau boleh saya mengilustrasikan tentang imunisasi, maka saya akan menggambarkannya sebagai pertahanan sebuah negara dengan tubuh manusia sebagai negaranya. Nah, yang kita sebut sebagai imunisasi pasif itu ibarat bala bantuan tentara langsung terhadap sebuah negara, sedangkan imunisasi aktif itu ibarat mengirimkan ahli perang yang akan mentraining para tentara sehingga mereka memiliki skill yang baik untuk melawan musuh (dalam hal ini adalah para virus, bakteri yang nakal). Namun, kali ini saya tidak akan membahas kontroversi imunisasi yang merebak akhir-akhir ini namun akan bercerita sebuah kisah nyata pengalaman saya tentang imunisasi beberapa tahun yang lalu.

Saya dulu mengabdikan diri di salah satu pulau tertimur Indonesia. Sudah menjadi tugas kami mengadakan puskesmas keliling. Setiap bulan, saya dan tim kesehatan bertarung dengan ganasnya lautan yang kadang tidak kompromi agar dapat menjangkau desa-desa yang terpencil ini. Saat itu.. Kami memulai dari desa terjauh dan menyusuri pesisir pulau kecil kami. Namun karena jarak yang jauh dan jumlah desa yang cukup banyak maka tidak setiap desa akan dikunjungi oleh saya, solusinya adalah membagi anggota puskesmas menjadi 2 tim. Saat itu.. Saya mendapat desa dengan jumlah penduduk ratusan orang. Perahu kami tidak dapat merapat karena karang sehingga kami harus berjalan kaki dari tengah lautan. Dulu saya sangat risih untuk turun dari perahu dan selalu meminta perahu kecil menjemput saya (hanya muat 2 orang) sambil memegang payung, hahaha. Dokter yang kaget dengan desa. Namun lama kelamaan saya langsung melompat ke lauran walau tingginya air mencapai perut saya, saya tidak peduli harus basah-basahan lagi dan kali ini saya sudah tidak memakai payung, toh saya juga sudah hitam :D..

Desa itu nyaman, dengan honai-honai yang menyambut kami untuk duduk-duduk sambil menikmati indahnya pantai. Namun hal ini akan segera runtuh dengan adanya kenyataan yang akan saya hadapi. Mereka sudah tau bahwa kami akan mengadakan puskesmas keliling. Umumnya mereka antusias karena kami mengadakan pengobatan, konseling, penimbangan, pemeriksaan kehamilan dan imunisasi. Saya terkejut, yang hadir hanya kepala desa dan anaknya. Sedikit sekali. Saya ingat bahwa bulan-bulan yang lalu angka cakupan imunisasi daerah ini cukup tinggi. Dan kepala desa itu bercerita...

Bulan kemarin, setelah kami mengadakan imunisasi ternyata terjadi wabah diare. Hal ini menyebabkan warga menganggap bahwa imunisasilah yang menyebabkan wabah diare karena kejadiannya setelah puskesmas keliling. Seperti kita ketahui bahwa yang paling rentan terhadap diare adalah usia kritis yaitu anak-anak dan usia tua. Dan sangat disayangkan, angka kematian meningkat. Saya bertanya, mengapa tidak datang ke puskesmas? Mereka menjelaskan bahwa kondisi laut saat itu sangat tidak memungkinkan. Lautan yang ganas menyebabkan tidak ada warga yang berani untuk pergi dari desa menuju puskesmas, ditambah lagi tidak ada alat komunikasi yang memadai. Dan entah kesialan dari mana.. Kebetulan juga saat itu, perawat yang ditugaskan di desa itu sedang pergi ke kota menjenguk ayahnya sehingga tidak ada yang bisa memberi pengobatan maupun menginfus untuk mencegah dehidrasi. Persediaan obat ada namun karena wabah maka habis seketika. Saya kecewa.. Betapa muramnya gambaran kesehatan desa yang berada dalam naungan saya ini. Namun saya tidak dapat mengandai-andai.. Ini adalah realita. Saya mendatangi rumah-rumah penduduk dan memutuskan untuk bermalam di desa itu saat itu juga karena saya ingin meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. Imunisasi bukanlah cikal bakal terjadinya wabah diare.

Selidik punya selidik masalah utama mereka dalah ketidak tahuan bagaimana pola hidup sehat, tidak adanya sarana air bersih serta adat istiadat yang memperburuk kondisi dehidrasi mereka. Air yg kotorlah menjadi sumber wabah ini. Saya kumpulkan masyarakat malam itu, pendekatan dan brain storming saya lakukan agar kejadian ini tidak terulang lagi. Saya tidak dapat menyalahkan cuaca, lautan, perawat saya, komunikasi dan lain sebagainya. Saya menyalahkan diri saya sendiri. Seandainya saya sering memberi penyuluhan penanggulangan dan pencegahan penyakit tentu tidak akan sefatal ini akibat yang ditimbulkannya. Anak-anak kecil itu,, Anak yang selalu berlarian menyambut dan berlomba-lomba memberikan oleh-oleh itu ada yang sudah tiada. Beberapa diantaranya memang masih berlari melambaikan tangannya memanggil, "kakak dokter,,kakak dokter,, hati-hati,,,e,," ketika kami akan berpindah pada desa berikutnya keesokan harinya. Aah, tiba-tiba saya ingat,, Ada seorang ibu hamil tua yang bertanya nama saya ketika saya mengunjungi desa ini bulan lalu. Katanya dia akan menamai bayinya dengan nama saya. Saya tidak melihat ibu dan bayi itu.. Kupandangi desa yang beranjak jauh itu. Selamat tinggal desa kecilku...