Selasa, 26 Maret 2019

Jangan bunuh aku..

Hallo..
Ini aku. Ya, kalian sebut saja aku. Karena buatku, nama itu tidak penting. Sama ga pentingnya seperti hidupku. Muram, kelam, gelap.. Tapi inilah aku. Manusia brengsek yang selalu bertarung dengan dirinya, terkadang mengingat Tuhannya dan menangis meraun-raung.. Tapi, ini kisahku. Duduk manislah, masuklah dalam duniaku..
.
Aku terlahir dari dua manusia yang entah bagaimana bisa bersatu. Terkadang aku berfikir, mereka tidak menginginkanku. Ah, klise.. Mereka hanya mengurusku karena aku sudah teronggok lahir di dunia. Dibunuh, salah, makan dibiarkanlah aku mati perlahan..
.
Jumat malam, ya aku terlahir jumat malam. Ketika itu hujan, katanya.. Aku menangis, semua bayi tentu menangis.. Lahir menangis, hidup menangis mati juga mungkin sambil menangis.. 
.
Usiaku 4 tahun saat itu. Setiap harinya aku mendengar jeritan, menyaksikan pukulan yang dihantam ayaku pada ibuku. Usiaku masih kecil, terlalu kecil untuk mengerti apa permasalahan mereka, tapi perasaanku bingung, dan akhirnya aku menjadi terbiasa. Bukan, aku bukan terbiasa dengan penyiksaan, rasa kelam dan takut itu SELALU ada, tapi aku menjadi biasa. Menganggapnya sebagai tontonan semata. Dingin.. Aku merasa dingin.
.
Wanita itu datang lagi, sosok wanita besar berbaju hitam itu muncul lagi. Hawanya selalu membuatku gemetaran. Tidak, aku tidak boleh kalah. Dia berusaha menyerangku, berat sekali rasanya melawan wanita ini. Aku masih kecil, kudorong sekuat tenaga, kubuka kitab itu, kutengking dia, aku berteriak. Gemetar, seluruh badanku gemetar. Tuhan, aku ga kuat!! Ada bisikan pelan, kamu HARUS kuat. Aku menutup mata, kudorong wanita itu sekuat tenaga. Aku mundur ke belakang, tapi aku tak menyerah, kudorong lagi, sedikit maju, sedikit lagi. "PERGIIIII" kutengking lagi.. lagi.. Tuhan, aku takut.. Aku ga kuat, bisikan tu datang lagi, kamu HARUS kuat. Tolong aku, Tuhan.. Kudorong wanita itu keluar dari rumahku........ Dan aku terbangun.. menangis.. Wanita itu mendatangi aku lagi.. walau dalam mimpi..
.
Ah, mimpi ini begituliar, begitu nyata dan aku mengenalnya. Sosok itu.. Wanita itu.. Selalu hadir dan menganggu. Kadang aku sampai menjerit, aku mau bangun, aku mau bangun..Namun aku tak bisa, aku menampar diriku, mencubit, membantingkan diri bahkan segala upaya kulakukan agar dapat bangun.. Kadang berhasil, kadang tidak..
.
Mimpiku sama menyeramkannya dengankehidupan asliku. Kadang aku berfikir, kemana aku berlari? Bahkan mimpipun aku tak berani. Air mataku sudah kering, Tuhan.. Aku sakit.. Jiwaku sakit.. Aku tak pernah bisa bergaul normal dengan anak seusiaku. Pernah sampai aku dipaksa untuk berteman dengan tetangga, aku diam. Aku menolak, aku kan tidak mengganggu kalian, bisakah aku berdiam? Apa salahnya aku berdiam? Aku tak mau mengganggu, jadi jangan menggangguku juga..
.
Tuhan, aku lelah. Tiada hari tanpa kekelaman. Kulihat dia, seharusnya menjadi sosok yang kukagumi, kupalingkan mataku pada yang lain, seharusnya dia memelukku erat, tapi apalah dayaku? Aku hanya debu. Kalau aku masih boleh berharap, aku hanya mau keluar dari sini. Neraka dunia ini.. Aku tak punya apa-apa, aku tak punya siapa-siapa.. Satu-satunya temanku adalah imajinasiku. Temanku bermain, temanku untuk menjadi aku sesungguhnya, menceritakan apa yang kualami, seolah-olah dia mengerti. Ingin, aku ingin sekali bercerita. Berulang-ulang aku mencoba. Tapi selalu saja ada yang membungkam mulutku. Ah, kata orang tak baik terlalu terbuka, apakah orang yang mendengarkanku akan menyelesaikan maslaahku? Tapi, kataorang jika bercerita sudah mengurangi beban dan luka.. Tapi lagi-lagi aku memilih diam.. Saat itu aku mulai menulis.. Menulis segala hal yang terjadi. Kusimpan baik-baik segala jenis buku yang orang katakan diari. Aku menulis hingga akhirnya tak kuasa lagi untuk menulis..
.
Remaja. Ah, masa penuh gejolak, dusta, namun kadang masih terselip tawa. Namun di rumah, aku memilih diam. Rasa itu masih sama, pemukulan yang sama, takut yang sama, luka yang sama.. Di luar, aku tak begitu terbuka. Aku takut. Aku takut mereka terlalu masuk dalam "dunia"ku. Aku takut mereka tau dan berlalu menjauhiku. Jadi, lebih baik begini.. Tersenyum seperlunya, berteman sebatasnya. Tak ada teman. Tak butuh teman. Nanti aku kan merasakan pahit yang sama..
.
Aku menyukainya.. Benar saja, muda menyisakan cinta.. Aku ingin bertemu dengannya, menemaninya, apapun saja asal bersamanya. Hmm, apakah dia merasakan hal yang sama? Tapi lagi-lagi dakwaan itu datang lagi.. Bagaimana mungkin dia bisa bertahan denganku jika dia melihat kondisi rumahku? Kadang aku merasa yakin, sehingga aku ingin sekali bercerita dan meminta bantuannya. Sangat sering.. Karena aku sudah jenuh, sangat jenuh.. Selalu, selalu tidak berhasil.. Semesta bahkan tidak memberiku kesempatan untuk memiliki seorang untuk berbagi. Hingga akhirnya dia pergi dan meninggalkanku sendiri. Lagi.. 
.
Aku terdiam. Kubuka seluruh diary, halamannya sudah menguning.. Kubaca seksama satu demi satu.. Dimulai dari usia 5 tahun saat itu. Pertama kali menulis dan yang tertulis adalah.. berantam lagi.. Lagi.. Lagi. Lagi.. Ingin aku menemukan kata-kata lain selain itu dalam hari-hari masa kecilku. Mataku perih, hatiku tersayat lagi, luka yang tak akan sembuh. Tuhan, hanya 3 hari dalam setahun aku menulis hore, rumah tenang.. Buku-buku itu saksi diam. Kemarahanku, kecewaku, dan sekaligus sumber kewarasanku. Aku bertahan. Tuhan, aku membakarnya.. Aku ingin melupakannya.. Namun, aku akan tetap aku. Aku yang pincang hatinya, luka yang membusuk dan rusak. Ya, aku rusak.. Terkadang aku tak dapat membedakan kenyataan atau bukan.. Aku mungkin sudah rusak.. Terima kasih, kalian telah membunuhku.. Terima kasih untuk semua luka itu. Semua airmata itu.. Jikalau aku boleh meminta, jangan bunuh aku karena aku mengasihimu. Jauh dalam lubuk hatiku..