Sabtu, 03 Desember 2011

Confession of a doctor (part II)

Inilah jeritan hati dokter,, sebuah penumpahan perasaan dari lubuk yang terdalam,,

Pernahkah kau merasa begitu lelahnya, berangkat dari pagi, tidak tidur semalamam, letih, menghadapi berbagai masalah, tuntutan dan ketegangan. Ketika kau berharap mendapat ketenangan pulang ternyata kau masih dituntut untuk meberikan ekstra pelayanan? Jangankan untuk tersenyum, membuka matapun kami sudah bersusah payah. Jangan salahkan keluarga kami karena mereka adalah korban, terbengkalai dari perhatian kami,, Menurut pandangan kami, kami pulang ingin ketenangan (dalam istilah gw,, a place I can call home). Pandangan keluarga kami, kami adalah orang asing yang datang selalu dengan kelelahan dan kurang perhatian. Salah kami? Kami berkata, kami letih luar biasa.. Dapatkah kalian mengerti kami? Kami sudah letih jiwa dan raga, semua diperas hingga habis. Kami selalu berusaha mengerti orang lain, ketika kami di rumah kami ingin dimengerti, namun keluarga tidak merasakan pengertian,, yang mereka dapatkan hanya muka lelah kami. Kami masih harus dituntut di rumah, dituntut dan dituntut lagi. Alasannya? Karena kami tidak memberikan perhatian sementara apa yang kami rasakan? Perasaan dituntut sudah melekat di dalam diri kami dan kami dituntut lagi di rumah. Terkadang kami ingin mengatakan,, I'm just human at all.. Dan hal2 inilah yang membuat keluarga kami berantakan. Ya, tidak ada yang mengerti kami.. Our life is a mess...

Terkadang kami lupa arti emosi,, ketika kata-kata kematian sudah merupakan makanan sehari-hari.. Jadi terkadang kami dapat tertawa tentang hal lain persis sedetik setelah kami menyatakan kematian seseorang. Hati kami tumpul,, Tersenyum dan bersimpati di saat yang berdekatan. Maafkan kami jika kami berkesan tidak peduli, kondisi yang menyebabkan kami  memiliki ambang batas yang seperti ini.

Waktu kerja yang tidak tentu. Ah, hal yang sangat sensitif. Ketika kami memutuskan menjadi dokter, kami sudah menandatangi kontrak bahwa SEUMUR HIDUP kami, waktu kerja kami tidak pernah jelas. Mengapa? Tanyakanlah pada Tuhan,, Adakah orang yang memilih kapan waktunya dia sakit? Jika memang ada, sebutkan pada kami..

Resiko yang harus kami tanggung berat, sangatlah berat. Resiko pekerjaan dimana kami harus berhadapan langsung dengan penyakit, bahkan dengan penyakit terberat sekalipun dengan resiko tertular. Berapa banyaknya dokter yang menninggal karena penyakit yang dihadapinnya?

Ah, kalau kami terus menggerutu, kalau kami harus mendengarkan perkataan, pemikiran buruk dan tuntutan orang, kami tidak akan maju-maju. Kami lelah berargumen, kami lelah menjelaskan. Padahal kami hanya inginkan satu hal,, menyelamatkan nyawa kalian, sekalipun terkadang nyawa kami dan keluargalah yang menjadi taruhannya...


We deserve it