Rabu, 14 Desember 2011

Warna warni lapak poliku

Kali ini, aku akan bercerita tentang keseharianku hari ini di poliklinik,, Kisah dari bilik kecilku yang terletak di salah satu gedung tua di lantai dua sebuah RS rujukan jawa barat ini. Gedung ini punya 4 lantai, lantai satu untuk rehabilitasi medik, lantai 2 berisi bagian anak, saraf dan jiwa, sedangkan lantai tiga diisi bedah mulut dan lantai empat tidak berpenghuni.. Hiii sereemmm,,

Nah, minggu ini aku kebagian buat jaga lapak poli karena jadwal stase ke bagian rehabilitasi medik ditunda. Sebenernya jaga poli itu untung-untungan. Kalo cuma dapet pasien yang kontrol doang mah cepet, tinggal nanya dikit, tulis dikit, kasi resep dan selesai. Kalo dapet pasien baru rada repot bikin anamnesa, pemeriksaan neurologi, pemeriksaan penunjang dan lain2. Tapi, hari ini bener-bener lapak yang berwarna. Dan beginilah kisahnya...

Pagi ini gw nyampe di poli jam 8 kurang. Karena pasien masih pada sibuk sama pendaftaran, jadilah gw makan apel fuji (berhubung suami gw bilang harus banyak makan buah). Hari ini gw memilih ruangan yang hanya berisi 1 orang (biar lebih private, wkwkwk). Dan iseng-iseng gw liat tumpukan kertas di lemari buku di sana. Dan inilah kertas itu,,,



Hahaha, kertas cinta buat Heli dari Linda,, Waduh, si Linda tampaknya begitu mencintai si Heli inih, sampe-sampe cinta yang lainpun ditolak, wkwkwkwk,,, Kalo ajah gw ketemu si Linda, I'll tell her,, Letting go is hard, but it's not impossible. All you need are friends, time, and faith for a new love,, (btw, jangan-jangan ini tuh tulisan si linda ade junior itu? Wkwkwkwk,,,).

Kejadian kedua muncul ketika aku melihat seorang pria dengan perawakan besar datang dengan lemah sebelah badan, nafas yang sudah setengah-setengah dan keringat tampak membasahi wajahnya. Nampak sekali dia pasti stroke dan sakit jantung. Sekilas kulihat statusnya, gagal jantung,, hmm. Pantas saja dia tampak begitu kelelahan. Dia terkena stroke karena kelainan irama jantungnya, inilah yang membawanya kemari, bertemu denganku di bilik kecil ini. Selidik punya selidik, ternyata dia adalah "pasien lama" rumah sakit ini. Berkali-kali dirawat, bahkan harus menginap di ICU hingga satu bulan, semua karena jantungnya. Hatiku pilu. Dengan usia 39, dia sudah terkena stroke 2 kali. Tidak terbayang sudah berapa banyak biaya yang sudah dikeluarkan untuk kesehatannya. Sedih sekali. Dia belum menikah karena dia pikir tidak akan ada yang tahan dengan penyakitnya. Penderitaannya belum cukup sampai disitu, beberapa bulan lalu rumahnya habis terbakar karena kost-kostan di belakang rumahnya mengalami korslet. Ah, hatiku pilu. Aku hampir menangis di depannya, matanya sudah lelah. Dia pasti sangat lelah, lelah dengan hidup, lelah dengan penyakitnya. Dan aku disini bukan hanya untuk memeriksa dan memberinya resep. Aku ada disini untuk memberinya semangat, untuk menemaninya walau hanya sebentar. Setelah memeriksa dan meresepkan, aku mengantarkan dia keluar, ah,, dia masih harus menunggu antrian yang sedemikian panjangnya untuk mengambil obat. Dia sendirian, tidak ada yang mengantar. Kubukakan pintu lift, "Bapak pake lift saja yah, jangan lewat tangga, hati-hati pak, selamat jalan" itulah kata-kata terakhirku padanya. Kupasang senyum terbaikku, matanya lebih cerah dibandingkan tadi. Sebuah senyuman mampu membuat perbedaan. "semoga lekas sembuh", kataku lirih sambil pintu lift tertutup. Tuhan, berikan adil-Mu padanya, salah siapa dia sampai harus mengalami penderitaan seberat itu? Berikan adil-Mu, Tuhan..

Dan pasienpun datang silih berganti. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 2 lebih 15 menit, ah,, waktu yang tepat untuk mengantuk. Aku mengambil status yang tergeletak di meja. Seorang ibu berlogat aneh datang ke bilik kecilku. Ternyata sang ibu berasal dari sulawesi, tepatnya bau-bau. Pantas saja logatnya aneh. Ibu ini menderita migrain dengan aura. Masalahnya bukan hanya sampai disini. Ternyata si ibu malah curhat tentang anaknya. Tentang alasannya datang ke Bandung. Dia mau mengunjungi salah satu anaknya yang menjadi dosen dan sedang mengambil S3 di ITB. Anaknya baru pulang dari Jepang dan meminta orangtuanya datang. Lamaaa sekali dia bercerita, semua karena penyesalannya karena menolak pilihan anaknya dahulu dengan seorang wanita. Dia berfikir ini semua salahnya hingga si anak belum menikah hingga sekarang. Dia berfikir, karena dialah sampai si anak menjadi trauma dengan wanita. Tapi menurut hematku, si ibu benar kok, buktinya si wanita ini hamil duluan baru memaksa menikah dengan kekasih yang menghamilinya hanya beberapa bulan setelah si ibu menolak pilihan si anak. Entah kenapa, aku mencium gelagat tidak beres. Gelagat ketertarikan dengan diriku yang berlebihan. Dia berfikir aku masih available dan merasa "cocok dan sesuai dengan keinginan si ibu". Kalau sudah sampai tahap ini, aku sudah terbiasa. Yah, beginilah nasib menjadi dokter. Terkadang ada ibu-ibu yang tanpa malu-malu langsung menyodorkan anaknya, tiba-tiba ada telfon tidak jelas atau seperti ibu ini,, yang memulai dengan curhat namun buntutnya tetap sama. Dan seperti biasa, kami sudah sangat profesional dalam hal ini. Hehehehe..

Itulah hari-hari kami dengan pasien kami. Terkadang kami tertawa dengan tingkah laku mereka, terkadang kami kesal dengan polah mereka yang berlebihan, atau kami jengkel karena jawaban mereka yang berubah-ubah sehingga membuat kami menjadi sulit untuk membuat diagnosis. Kesulitan kami, keributan kami dengan bagian lain. Kemarin, ada pasien dengan benjolan pada pinggang dengan kecurigaan tumor ganas ovarium, dikonsulkan pada kami dengan kecurigaan metastase ke tulang sehingga merusak sarafnya. 3 bagian dalam satu pasien, obgyn, neuro dan ortho. Siapakah leadernya? Kalau dipikir-pikir, tumor ovariumlah yang menyebabkan gangguan sarafnya, kami hanyalah akibat dari mereka. Namun, kenyataan tidak seindah itu,,, yah itu mah penderitaan kami dengan kebiasaan masing-masing bagian. Alkisah,, masih banyak kisah yang terjadi setiap harinya, tantangan dan keruwetan yang datang silih berganti. Itu semua kami lakukan demi kalian, para pahlawan kami yang rela memberikan badannya sebagai tempat kami belajar, kami bedah, kami beri obat, kami lihat reaksinya. Tanpa kalian sadari, kalian sangat berjasa bagi kami dan bagi orang lain dan bagi masa depan nanti. Terima kasih para pahlawanku.. ^^