Jumat, 13 April 2012

behind it all,,

We never know what we've got till it's gone,,
Yes,, now I realize the meaning of it,,

 I've cried many times,, everynight,,
 Shout to the lord,,

No matter how many times you fall,, tears come over and over again,,
Keep moving,, eventhough you have to move slowly, seems nothing change,,
Just,, dont ever give up,,
Better to light one small candle than to curse the darkness..

It's my life. my way. my destiny...




Apa sih yang saya dapat dari pengalaman "si kaki pincang" ini? Saya belajar untuk berjalan mundur, menapaki apa yang telah  saya alami selama ini. Mencoba untuk menggali makna atau hanya sekedar mengais penghiburan diri. Ketika kita sedang dalam kenikmatan apa yang disediakanNya dan merasa semua baik-baik saja.. apa yang kita lakukan? Dan ketika Tuhan mengambil satu bagian saja dari kehidupan kita, dunia serasa jungkir balik. Dan dengan lantangnya kita berkata, dunia tidak berpihak pada kita. Tuhan sedang mengambil kaki saya, kemampuan berjalan saya. Namun dampaknya cukup besar, jika saya tidak menghitung secara berlebihan.. Menggerutu? Sudah pasti.. Tapi yang paling parah adalah mengatasi pemikiran diri bahwa saya adalah orang tidak berguna dan tidak berharga. Apa kaki saya akan kembali seperti semula?

Ah, masih hangat dalam ingatan betapa saya benci hanya berada di tempat tidur, tidak melakukan apapun, semua saya lakukan disana. Saat itu yang saya inginkan hanya segera melepas gips itu. Namun proses melepasnyapun membuat saya merinding, (jika boleh saya gambarkan) sebuah alat semacam gurinda untuk memotong porselen dipakai untuk memotong gips itu. Sekali kesalahan dibuat (jika terlalu dalam) maka tamatlah riwayat kakiku. Yah, walaupun saya adalah seorang dokter namun saat itu posisi saya adalah pasien, dan ketika saya melihat bahwa memotong gips itu memakai alat pemotong itu, saya harus akui bahwa saya sangat ketakutan. Sebuah kesalahan kecil saja, kaki saya akan "lewat". Untunglah kakak kelas saya yang saat itu menemani dokter bedah tulang saya cukup menenangkan walau saya tau dari raut mukanya bahwa diapun ikut tegang melakukannya. Apa yang saya harapkan? 3 minggu cukup untuk membuat proses fibrosis yang artinya adalah membuat kaki saya kaku untuk digerakkan. Saat itu, ketika harapan saya melambung tinggi untuk melepaskan gips itu runtuh seketika. Yah, saya tidak memperhitungkan bahwa itu akan menjadi kesusahan yang luar biasa. Menekukkan kaki sediiikkiiittt saja rasanya sangat nyeri. Lebih enak ketika saya mendiamkan kaki saya tenang lurus saja. Manusia, tidak pernah puas.. Namun saya mencoba untuk berfikir logis, jika saya tidak menggerakkan kaki saya maka akan ada kemungkinan kontraktur dimana kaki saya benar-benar selamanya tidak akan dapat digerakkan.

Saya termenung, sering sekali termenung. Saya berlatih, rasanya tidak ada yang berubah, saya berfikir mungkin ini adalah karma. Saya merasa Tuhan sedang menghukum saya (dengan cara yang luar biasa). Saya iri dengan kaki-kaki itu yang mampu berlari dengan lincahnya. Saya terdiam.. Setiap malam saya hanya dapat mengadu pada Tuhan, menangis tanpa mampu berkata-kata.. Setiap hari rasanya adalah perjuangan yang tak pernah berhenti. Saya dipaksa untuk belajar bersabar. Saya berjalan dengan sangat lambat dan setiap langkah itu selalu diiringi dengan rintihan kesakitan dan bengkak. Sering saya merasa lelah, tidak ada perkembangan. Saya mencoba untuk bersyukur walau hanya dapat menekuk lebih dalam sedikit saja,, namun tidak jarang saya terjatuh dalam keletihan yang luar biasa, merasa ingin berhenti saja, hanya ingin menyudahi semuanya. Berulang kali saya harus bangkit dari jatuh. Rasa dikasihani, ketakutan bahwa semua ini entah kapan akan berakhir  terus menggerogoti. Saya hanya manusia biasa. Berulang kali saya berkata, saya bisa! saya bisa! walau harus menahan perih dan tangis. Jiwa saya terlalu rapuh. Namun, Tuhan tidak akan tinggal diam kan? Perjuangan saya belum berakhir.. Carilah penyemangat anda.. Saya, contohnya,, jika saya merasa lelah, letih, saya merasakan gerakan bayi saya dalam perut yang semakin menggembung. Seakan mengingatkan saya untuk tetap berjalan. Walau saya tahu dia pasti merasakan apa yang saya rasakan.. Atau sebuah harapan dimana saya hanya ingin mampu menekukkan kaki saya sehingga jika suami saya pulang, maka saya dapat tidur dengan menekukkan kaki saya diantara kakinya. Hanya itu, saya hanya ingin itu.

Saya menulis ini bukan untuk membuat khawatir, merasa dikasihani atau bahkan mendapat penghakiman. Saya hanya ingin berbagi dan mengingatkan kita semua.. Dan saya rasa di luar sanapun masih banyak "kaki-kaki" yang sengaja Tuhan "patahkan" untuk "sesuatu" yang tidak pernah kita tahu. Tersenyumlah, mungkin kita merasa hanya kita yang tahu seberapa perih lukanya, seberapa dalam itu merusak diri kita, tidak ada yang mengerti atau bahkan sudah tidak ada harapan lagi. Namun percayalah, behind it all,, there's something behind it all,,percaya saja,,

Ok, I have a date now,, and i'm pretty sure that it will end with sleep,, what a romantic date,, with my bed,,